Sabtu, 05 Januari 2019

Nilai-Nilai Karakter Dalam Suluk Wujil dan Relevansinya Dengan Pendidikan Agama Islam



Nilai-Nilai Karakter Dalam Suluk Wujil dan 
Relevansinya Dengan Pendidikan Agama Islam
Latar Belakang
Islam Jawa dalam penyebarannya tidak bisa luput dari peranan Wali Sanga. Wali Sanga meurut Wahyudi dan Khalid dalam Mistik dan Makrifat Sunan Kalijaga, merupakan suatu lembaga dakwah Islam yang beranggotakan 8 orang Wali yang digantikan secara periodik bila ada anggota yang meninggal atau kembali ke negeri asalnya.[1] Sedangkan dalam pemahaman masyarakat Jawa, istilah Wali Songo atau Sembilan Wali dikaitkan dengan sekelompok penyiar agama di Jawa yang hidup dalam kesucian sehingga memiliki kekuatan batin tinggi, berilmu kesaktian luar biasa, memiliki ilmu jaya kawijayan, dan keramat.[2] di dalam pemikiran masyarakat Jawa, angka Sembilan memang memiliki arti khusus, seperti tampak dalam pandangan orang Jawa Kuno mengenai klasifikasi alam dunia ini tidak ubahnya dengan angka delapan.[3]

1
Dalam penyebaran Agama Islam, para Wali memiliki strategi dakwah atau strategi budaya yang sistematis dalam menghadapi kebudayaan Jawa dan Nusantara yang pada umumnya sudah sangat tua, kuat, dan sangat mapan. Mereka memperkenalkan Islam tidak serta merta dan instan, melainkan dengan proses yang cukup panjang, lebih mengutamakan esensi dari



keislaman itu sendiri. Para Wali membebaskan teori-teori, atau istilah-kistilah yang bagi masyarakat awam seringkali menjadi penghalang utama terhadap suatu pembaruan. Dalam Islam dikenal dengan istilah furuiyah (cabang) yang merupakan bagian dari pokok.
Para Wali melakukan asimilasi sosiokultural-religius terhadap budaya yang ada, tidak mononton dan bervariasi. Nilai-nilai keIslaman diajarkan berdasarkan kegemaran masyarakat, seperti wayang, syair, cerita, tembang, upacara adat, dan lain sebagainya. Dalam usaha asimilasi-sinkretik, para Wali menggunakan pendekatan sufistik. Hal tersebut dapat diketahui dengan lahirnya sastra-sastra sufistik pasca-Wali Songo yang ditulis dalam bentuk tembang, kidung, syair, suluk, dan hikayat. Dalam karya tersebut, Wali Sanga memasukan paham wujudiyyah, tentang asal manusia dan tempat kembali manusia, adanya konsep Manunggaling Kawula-Gusti, Pathenisme dan Monisme dalam sastra suluk Jawa[4] sebagai wujud pengenalan diri sendiri yang dengan begitu maka manusia dapat mengenal Tuhannya (Allah SWT). Dengan begitu manusia secara otomatis membentuk karakter dan pembiasaan laku hidup yang positif (penuh kebaikan).
Sastra menjadi media pengajaran nilai-nilai keislaman (pendidikan) yang langgeng. Walaupun dalam proses penyebarannya membutuhkan waktu yang cukup lama.  Akan tetapi nilai-nilai yang ada di dalam karya sastra begitu meresap dalam setiap laku masyarakat, ngelmu iku kalakone kanti laku. Dalam masa ini, pendidikan Indonesia sedang mengalami krisis mental, dan krisis budi pekerti. Dalam sebuah riset yang dilakukan LSM Plan International dan International Center for Research on Women (ICRW) yang dirilis awal Maret 2015 menunjukkan 84% anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Angka tersebut lebih tinggi dari tren di kawasan Asia yakni 70%[5].
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, dalam Surat Kabar Harian Kompas, 30 Mei 2015, sebagaimana dikutip Setyaningsih[6], mendongeng dihadapan anak-anak sebagai resolusi membaca (Gerakan 10 Menit Membacakan Cerita Untuk Anak). Mendogeng akan memunculkan tokoh imajiner yang mampu menyapa kepribadian anak, melekat dalam pikirannya tentang tokoh yang senantiasa berbuat kebaikan, dan menghelakan tokoh yang berkarakter buruk. Hal tersebut mengamini bahwa sastra memberikan peran penting dalam penanaman karakter. Dengan demikian, nilai-nilai akan merangsek dalam pribadi anak secara langgeng dan terpelihara.
Salah satu Wali Songo yang dalam penyebaran Islam menggunakan media seni dan sastra yaitu Sunan Bonang. Sunan Bonang menciptakan alat musik Bonang yang berfungsi sebagai pengiring pertunjukan wayang bersama dengan Gamelan. Sunan Bonang juga memasukan ricikan, gajah, harimau, kuda, garuda, kereta perang, dan rampogan guna memperkaya pertunjukan wayang. Dalam kesusastraan, Sunan Bonang, telah menggubah sejumlah tengahan tembang macapat, yang termasyur adalah Kidung Bonang yang disampaikan dalam Pupuh Durma yang berisikan semacam mantra untuk menangkis segala macam penyakit dan pegaruh jahat yang merugikan[7]. 
Karya sastra yang cukup popular karya Sunan Bonang adalah Suluk Wujil. Suluk Wujil merupakan karya sastra yang ditulis pada masa peralihan zaman Hindu-Islam yang berisikan beberapa aspek ajaran Islam. Seperti ajaran tentang Ketuhanan, perbuatan manusia itu terjadi atas takdir Tuhan, manunggaling kawula Gusti, Syariat, budi pekerti, tarekat, hakikat, dan makrifat.[8]
Suluk Wujil berisikan ajaran tasawuf yang terdiri dari 102 bait mengisahkan tentang pengeran cebol dari Majapahit bernama Wujil datang ke Pesantren Bonang yang merupakan bekas orang istana yang haus akan kebenaran. Ia tidak puas dengan segala bentuk ajaran formal agama seperti Hindu, Budha, dan alirannya. Dia telah mengembara kemana-mana untuk menemui para pendeta, ulama, dan bhiksu, namun tidak menemukan apa yang dicarinya.
Di Bonang, Wujil diterima oleh sang Wali (Ratu Wahdat) dan dikatakannya bahwa hakikat ajaran agama Hindu sebenarnya sama dengan Islam, dan tujuan kedua agama ini sama. Hanya di dalam agama Hindu, orang perlu bertapa di gunung dan menyiksa badan untuk memperoleh kelepasan dan kesempurnaan. Sedangkan di dalam agama Islam, keselamatan jiwa dapat dilakukan di tempat ramai, tanpa perlu menyiksa badan. Shalat lima kali sehari tidak kurang manjurnya dalam memberikan pembersihan pada jiwa. Wujil kemudian diberi pelajaran syariat, asas-asas akidah Islam, fiqh, dan tasawuf. Salah satu baitnya adalah berikut:
Dan warnanen sira ta Pun Wujil
Matur sira ing sang Adinira
Ratu Wahdat
Ratu Wahdat Penenggrane
Sumungkem ameng Lebu
Telapakan sang Mahamuni
Sang Adhekeh ing Benang,
Mangke atur bendu
Sawetnya nedo jinarwan
Sapratingkahing agama kang sinelir
Teka ing rahasya purba.[9]

Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi sebagai berikut: “Tersebutlah cerita seseorang bernama Wujil// Tengah berdatang sembah kepada Gurunya bernama Ratu Wahdat// Bersujud Dia di tanah dekat kaki Sang Guru// Yang bertempat tinggal di Desa Benang// Sebelumnya Ia meminta maaf// Atas tindakannya mengharap ajaran Islam yang musykil// Hingga sedalam-dalamnya”[10].

Dari paparan salah satu bait di atas, jika dikaji secara makna, maka dapat diambil nilai-nilai karakter yang secara intrinsik ada didalamnya yaitu nilai karakter hormat pada baris ke empat, “bersujud dia di tanah dekat kaki sang guru”, pada baris tersebut adalah bentuk penghormatan murid terhadap guru.



[1] Achmad Chodim, Sunan Kalijaga Mistik dan Makrifat,( Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013), hlm. 11-12.
[2] Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo,( Depok: Pustaka Iman, 2014), hlm. 109.
[3] Agus Sunyoto, Atlas …., ( Depok: Pustaka Iman, 2014), hlm. 109.
[4] Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo,( Depok: Pustaka Iman, 2014), hlm. 125.
[5] Liputan 6, “Survei ICRW 84 Anak Indonesia Alami Kekerasan Di Sekolah”, http://news.liputan6.com/read/2191106/survei-icrw-84-anak-indonesia-alami-kekerasan-di-sekolah diunduh 23 Mei 2016.
[6] Setyaningsih,  Bermula Buku Berakhir Telepon, (Solo: Jagad Abjad, 2016), hlm. 24.
[7] Dilihat dari isinya, Kidung Bonang sama dengan Kidung Rumeksa ing Wengi karya Sunan Kalijaga. Berisikan doa perlindungan dari kejahatan (manusia dan penyakit), ajaran akidah dan agama. Lihat Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga Mistik dan Makrifat,( Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013), hlm. 40.
[8] Teguh Santoso, “Pribumisasi Ajaran Islam dalam Suluk Wujil  dan Relevansinya terhadap Pendidikan Agama Islam (Telaah Terhadap Pemikiran Sunan Bonang)”, Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, (Yogyakarta, Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, 2015), hlm. 5, t.d.
[9] Purbatjaraka, Ajaran Rahasia Sunan Bonang: Suluk Wujil, (Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1985), hlm. 55.
[10] Purbatjaraka, Ajaran …,(Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1985), hlm. 15.

1 komentar:

  1. numpang promote ya min ^^
    Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
    hanya di D*E*W*A*P*K
    dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
    dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)

    BalasHapus